HAKI

Ancaman Pidana Pelanggaran Merek

Ancaman Pidana Pelanggaran Merek

Salah satu hal yang paling sering dilanggar adalah Hak Kekayaan Intelektual. Terlebih bagi merek yang terkenal. Banyak orang atau pengusaha yang meniru atau memasarkan merek yang sudah terkenal tanpa hak dan izin. Bahkan, barang yang tidak sejenis dinamai dengan merek yang sudah terkenal tersebut. Orang-Orang ini memasarkan barang dengan kualitas yang berbeda, terkadang lebih buruk. Barang dengan kualitas mirror, KW1, dan KW2 banyak berlalu lalang tanpa hak dan izin.

Motif dari pelaku pelanggar Hak Kekayaan Intelektual ini adalah ekonomi. Menggunakan merek  yang sudah terkenal mereka mendapatkan banyak keuntungan. Konsumennya adalah orang-orang yang tertarik dengan merek terkenal namun tidak mampu membelinya dikarenakan kemampuan ekonomi. Disadari atau tidak, tindakan pemalsuan barang atau jasa ini adalah suatu bentuk pelanggaran hukum. 

Wajar jika dilakukan tuntutan ganti rugi atau tindakan penghentian terhadap penggunaan merek yang tidak sah, mengingat bahwa tindakan semacam itu dapat merugikan pemilik merek yang terdaftar. Selain menimbulkan kerugian secara ekonomi, tindakan tersebut juga dapat merusak reputasi dan kepercayaan konsumen terhadap pemilik merek, karena produk atau jasa yang menggunakan merek secara tidak sah dapat memiliki kualitas yang buruk.

Menurut UU Merek No. 20 Tahun 2016, pemilik merek berhak mengajukan tuntutan ganti rugi secara perdata terhadap pihak yang melanggar merek terdaftar. Tujuan dari tuntutan ini antara lain untuk memberikan efek jera kepada pelanggar, sehingga mereka diharapkan untuk membayar ganti rugi dan menghentikan kegiatan produksi serta menarik kembali semua produk yang menggunakan merek tanpa hak dari peredaran.

Pemilik merek dapat melakukan 3 hal atas pelanggaran merek yaitu, gugatan perdata, pengaduan pidana  dan alternatif penyelesaian sengketa. Pemilik merek terdaftar dapat menggugat pihak lain yang menggunakan mereknya tanpa izin di Pengadilan Niaga. Gugatannya dapat berupa tuntutan ganti rugi maupun  permintaan penghentian kegiatan bisnis pelanggar merek. Dapat dilakukan jika pelanggar merek menduplikasi merek yang mirip atau sama persis untuk barang/jasa sejenis di kelas yang sama. 

Jika merek pemiliknya dilanggar, maka pemilik merek dapat melaporkan pelanggaran tersebut ke jalur pidana. Pelanggaran merek diatur sebagai delik aduan dalam Pasal 103 UU Merek, yang artinya penegak hukum tidak akan menindaklanjuti pelanggaran tersebut tanpa aduan dari pemilik merek. 

Menurut Pasal 100 UU Merek, pelanggaran merek yang sama persis dan jenisnya sama dapat dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal 2 miliar rupiah. Sementara itu, pelanggaran merek yang barangnya mirip diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun serta denda maksimal 2 miliar rupiah. 

Namun, bagi pelanggar merek yang barangnya dapat menyebabkan gangguan kesehatan, lingkungan, atau bahkan kematian, ancaman pidana yang lebih berat dapat dikenakan. Pelanggar tersebut dapat dipenjara selama 10 tahun maksimum dan didenda hingga 5 miliar rupiah. Tidak hanya bagi produsen, tetapi penjual merek tiruan juga dapat diancam dengan pidana. Menurut Pasal 102 UU Merek, penjual merek hasil tiruan baik berupa barang maupun jasa dapat dipidana dengan kurungan maksimal 1 tahun atau denda maksimal 200 juta rupiah.

Pasal 90 UU Merek:

“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Pasal 91 UU Merek:

“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”


Penulis: Faizah Nur Fahmida

Baca Juga

Kolom Komentar

Komentar